Potret Dunia Misogini di “Kim Ji-Yeong, Lahir Tahun 1982” (2016)

Ovioctavia
3 min readApr 8, 2022

--

Perempuan kerap dinilai sebagai sosok yang pemarah, sensitif, dan berbahaya. Kendati demikian, bagaimana perempuan bisa bersikap netral jika keberadaan dan kontribusinya di masyarakat selalu direndahkan, tidak dihargai, dan disepelekan? Apakah perempuan harus membisu dan menerima ketidakadilan begitu saja?

image source: grisseldanihardja.com

Sejak zaman dahulu, keberadaan perempuan kerap dipandang sebelah mata di masyarakat. Bahkan salah satu pemikir dunia yang terkenal seperti Aristotle berpendapat bahwa “perempuan merupakan laki-laki yang tidak sempurna”. Lalu, filsuf dari Prancis, Simon de Beauvoir juga melahirkan buku berjudul The Second Sex yang menjelaskan isu perempuan di masyarakat Eropa abad awal ke-19. Menurut masyarakat patriarki Eropa, perempuan merupakan makhluk “kelas kedua” dan “kaum lainnya”. Di dalam bukunya, Beauvoir mengkritisi pandangan masyarakat Eropa tentang perempuan yang sama sekali keliru.

Sama halnya dengan Beauvoir, Cho Nam Joo mengangkat isu perempuan yang mengalami seksisme selama hidupnya di berbagai lingkungan seperti di lingkungan keluarga inti, keluarga besar, sekolah, fasilitas umum, dan tempat kerja. Pada dasarnya, masih banyak masyarakat terutama di kalangan usia lanjut belum sadar akan ketidakadilan yang dialami perempuan di lapangan; catcalling, pembedaan pekerjaan berbasis gender, dan tuntutan mengurus urusan rumah tangga (yang seharusnya beban pekerjaan tersebut dilakukan oleh kedua belah pihak baik sang suami maupun istri). Selanjutnya, tak jarang juga kaum perempuan sendiri secara tidak sadar mendukung tindakan misogini karena kurangnya pengetahuan.

Kim Ji Young, merupakan gadis Korea yang dikisahkan oleh Cho Nam Joo. Kehidupannya bisa dibilang merepresentasikan banyak kehidupan perempuan di dunia yang mengalami ketidakadilan akibat para misoginis. Perlu diketahui, bahwa peran perempuan dalam roda kehidupan sangat penting. Bagaimana bisa masyarakat berfungsi dengan baik jika selama berapa ratus tahun terakhir tidak ada perempuan yang mau berkorban melahirkan dan mendidik generasi penerus? Bagaimana jika tidak ada perempuan yang berkontribusi dalam berbagai bidang publik di masyarakat jika dilarang? Padahal populasi perempuan lebih banyak di dunia. Jelas kemiskinan dan kesengsaraan akan lahir jika hak perempuan dibatasi.

So, sangat penting bagi masyarakat untuk segera sadar dan mengakui akan peranan perempuan yang besar bagi kesejahteraan masyarakat.

For your information, aku membaca buku ini yang versi bahasa Indonesia. Menurutku, bahasa yang disajikan sangat pas, padat, dan lugas. Selain itu, tidak ada kata-kata kiasan yang sulit dipahami, sehingga konten yang disajikan sangat mudah dicerna dalam satu kali baca. Tak hanya itu, untuk menambah keakuratan isu perempuan di kehidupan nyata, Cho Nam Joo menyelipkan fakta dari sumber-sumber terpercaya.

Dalam proses membaca, aku merasa sangat kesal dan marah. Kesal karena pada banyak kesempatan Ji Young mengalami ketidakadilan, tetapi dia tidak memilih berbicara. Aku juga marah, karena masyarakat di sekitar, bahkan orang-orang terdekat seperti suami, Ibu, dan Ayah Ji Young mendukung terus berjalannya praktik “patriarki” sehingga makin subur. Kesannya, ketidakadilan yang dialami Ji Young tak kunjung usai dan terus ditemui pada setiap fase kehidupannya.

Salah satu kutipan favoritku dari buku ini yaitu, “Membesarkan anak-anak dan generasi berikut bukan hanya merupakan kewajiban wanita, melainkan kewajiban seluruh masyarakat” (hal. 188).

Pada akhirnya, pelajaran yang dapat diambil dari kisah Ji Young adalah sepatutnya manusia tidak membeda-bedakan derajat laki-laki dan perempuan dalam kehidupan bermasyarakat. Kita harus sama-sama mengakui, bahwa kita semua hanya manusia yang kedudukannya sederajat. Manusia yang bekerjasama membangun dunia lebih baik sesuai kemampuan masing-masing secara adil. Untuk menegakkan keadilan, butuh kerjasama dari semua lapisan masyarakat yang sama-sama sadar akan isu ketidakadilan yang dialami perempuan dan memanusiakan perempuan dalam berbagai hal.

--

--

Ovioctavia
Ovioctavia

Written by Ovioctavia

A lifelong learner. I enjoy sharing my thoughts about books, movies, social and cultural issues. Sometimes, I also write poems!

No responses yet